Feminisme Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana
aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan".
Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau
dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya
melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan
laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang
sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan
terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan
objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme
radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi,
seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan
laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “The personal is political” menjadi
gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat,
masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau
pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal.
Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia
saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT).
Islam dan gerakan perempuan (Feminisme)
Berdiskusi tema Islam dan gerakan perempuan (feminisme)
tidak bisa lepas dari sudut pandang al-Qur’an sebagai buku petunjuk samawi yang
secara komprehensif dan lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang
sama. Hak itu meliputi hak dalam beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi
spiritual, hak sebagai manusia, dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua
sektor kehidupan. Di antara 114 surat yang
terkandung di dalamnya terdapat satu surat
yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak
asasi perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan
berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat
An-nisa’, dan tidak satupun surat
secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki. Lebih jauh lagi, Islam datang
sebagai revolusi yang mengeliminasi diskriminasi kaum Jahiliyah atas perempuan
dengan pemberian hak warisan, menegaskan persamaan status dan hak dengan
laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan
aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu dan perceraian
yang manusiawi.
Diskursus tentang posisi perempuan dalam Islam mendapat
perhatian serius. Term perempuan (an-nisa') dalam al-Qur'an dipergunakan
sebanyak 57 kali, sama dengan kata "ar-rojul" (laki-laki).
Perimbangan ini selintas memberikan suatu indikasi bahwa antara kedua jenis
kelamin tersebut sungguhpun memiliki perbedaan- diperlakukan dan diperhatikan
secara berimbang oleh Islam. Kesetaran ini hingga berkali-kali Allah SWT
menyebutkan keduanya secara berdampingan dan berpasang-pasangan. Bahkan di
beberapa hadits, Rasulullah saw justru sangat memuliakan dan menghormati
perempuan.
Dengan demikian, dalam Islam, eksistensi perempuan
benar-benar mendapat tempat yang mulia. Perempuan adalah mitra sejajar
laki-laki, tidak seperti dituduhkan oleh sementara pihak, karena sesungguhnya
Islam tidak menempatkan perempuan sebagai unsur subordinat dalam pranata
sosial. Kehadiran Islam justru melenyapkan diskriminasi perempaun-laki-laki.
Sejarah mencatat bahwa sebelum Islam datang, posisi perempuan hanyalah sebagai
obyek, bahkan sering dijadikan komoditas perbudakan dan seksual. Asumsi yang
berkembang saat itu memandang perempuan sebagai penghalang kemajuan, terutama
di kala peperangan. Karenanya lebih baik dikubur hidup-hidup bila lahir bayi
perempuan. Asumsi ini diluruskan Allah SWT dalam Al-Qur'an surat al-Ahzab ayat 35. Persoalan yang mucul
kemudian adalah, sungguhpun Islam telah mendasari penyadaran intergratif
tentang eksistensi perempuan, namun realitas saat ini di berbagai negara yang
mayoritas muslim justru menampilkan pandangan yang kontradiktif. Pemasungan
hak-hak perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, dengan dalih ajaran agama,
justru sering didengung-dengungkan. (Bersambung.......)
1 komentar:
Ada kutipan dari sebuah buku:".....misalnya Erin Pizzey dalam dokumentasi wawancara pada tayangan video youtube yang diberi judul: Feminism is a Terrorist in Organization (Terjemahan: Feminisme adalah teroris dalam organisasi)... bahwa feminisme yang diawali dengan pergerakan wanita, berubah menjadi sangat anarksi. Sedangkan, awal dari pergerakan feminis adalah pergerakan marxis, yakni para wanita yang berkolaborasi dengan politisi pria sayap kiri di Inggris, dan kemudian kelompok wanita ini menyatakan diri ‘cukup’ untuk bekerja bersama dengan para pria dan mereka kemudian membuat kelompok sendiri. Mereka muncul dari para akademia dan bukan bermunculan dari para wanita pekerja, mereka memiliki profesi sebagai dosen, juga mahasiswi, inilah yang menjadi formasi awal gerakan wanita.
Salah satu contoh anarkisme feminis, yang mana para wartawati internasional menjadi feminis radikal, memiliki akses pada suatu kolom perihal wanita, mereka menebar kebencian, salah satunya dengan menulis artikel yang berjudul “Apakah semua pria adalah pemerkosa?” Mereka adalah kelompok marxis yang terdiri dari para wanita yang sangat terorganisasi, bahkan jika ada jurnalis pria yang membuat pernyataan yang menyudutkan mereka atau tidak disukai mereka, mereka akan melakukan sensor berita, bahkan orang-orang
yang berseberangan dengan feminis akan mendapat segudang masalah. ..."Sumber: Awaken The Giant - Bangkitnya Revolusi Sosial Dunia. Sulianta, Feri. 2016.
Link: http://www.ferisulianta.com/2017/01/awaken-giant-bangkitnya-revolusi-sosial.html
Posting Komentar