Subscribe:

Pages

Teori Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis

Secara etimologi, hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuien yang berarti menafsirkan. Hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Problematika hermeneutik pada hakikatnya problematika yang berkaitan dengan bahasa, karena untuk berfikir, menulis, berbicara, mengerti, bahkan interprestasi, semua menggunakan bahasa. Pemahaman hanya mungkin dimulai bila bermacam-macam pandangan menemukan satu bahasa untuk saling berkomunikasi. Tugas hermeneutik terutama memang untuk memahami teks.
Menurut Gadamer, suatu interpretasi akan benar bila interpretasi tersebut mampu menyelam dibalik bahasa yang digunakan, dalam arti tidak kaku sebagaimana bahasa aslinya. Pemahaman atau interpretasi meski berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialek dan bahasa, namun dapat dilakukan dalam historitas yang berbeda. Pemahaman memang memasukan unsur subjektif, sehingga tidak pernah sampai pada dataran objektif. Sebab pemahaman bukanlah mengetahui secara statis di luar kerangka ruang dan waktu, tetapi selalu dalam keadaan tertentu, pada satu tempat khusus dalam ruang dan waktu tertentu.
Para interpreter dituntut untuk dapat menyadur dan memahami serta menerapkan makna yang ada dalam teks pada konteks ruang dan waktunya sendiri. Di samping itu ia dituntut untuk membuang jauh-jauh segala bentuk pra-konsepsi dan, sebaliknya, dalam menginterpretasi harus sesuai dengan apa yang dimiliki, apa yang dilihat dan apa yang diperoleh kemudian.
Bahasa Arab dikalangan umat Islam merupakan bahasa yang memiliki tingkat kesusasteraan yang tinggi. Oleh karenanya untuk memahami suatu hadis yang hadir dalam bahasa Arab balaghah dan manthiq merupakan satu persyaratan untuk sampai pada taraf pemahaman yang komprehensif.
Mengenai logika bahasa yang digunakan hadis, kita harus melihat dahulu kompleksitas dari bahasa. Komukasi bahasa sesungguhnya merupakan peristiwa antar manusia yang tidak hanya sekedar seseorang berbicara dan yang lain mendengarkan, namun di situ terlibat berbagai variabel yang kompleks dan apabila diceritakan kembali melalui tulisan akan mengalami distori. Dalam hadis misalnya, komukasi bahasanya melibatkan variabel-variabel. Contohnya, bagaimanakah situasi psikologis pembicara (Nabi) dan pendengar (sahabat), bagaimana hubungan antar mereka, apakah dialog berlangsung dalam forum umum atau terbatas dan sekian variabel lainnya.
Dalam memahami makna hadis yang nota bene merupakan pengejawantahan qaul, fi’l dan taqrir Nabi yang telah termodifikasi dalam kitab-kitab hadis, dengan sendirinya pada dasarnya merupakan upaya memahami teks-teks hadis. Dalam memahami teks yang hadir dihadap kita, setidaknya tiga variabel utama yang saling berkaitan yang kita ketahui. Tiga varibel itu ialah: teks, pengarang dan pembaca. Ketiganya dihubungan oleh alat bantu, yaitu bahasa. Tanpa medium bahasa mustahil mushannif atau penghimpun hadis-hadis Nabi dan teks-teks hadisnya mampu bersentuhan dengan dunia pembaca, yakni para pengkaji hadis.
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa dalam memahami hadis Nabi, sangat ditekankan penggunaan gramatika bahasa. Karena hadis tertuang dalam bahasa Arab, maka cara yang paling dekat mengenal hadis adalah dengan merujuk pada karakter bahasa Arab itu sendiri. Namun sebenarnya, dalam kajian hermeneutik, bukan hanya gramatik bahasa yang ditekankan, pendekatan kontekstual-historis juga harus ditekankan. Dengan pendekatan ini, untuk mengetahui pesan-pesan yang ada dalam teks, harus diketahui latar belakang sosial budaya di mana dan dalam situasi apa sebuah teks itu muncul.
Di samping gramatik dan pendekatan kontekstual historis, penafsiran falsafi juga harus turut dipertimbangkan. Penafsiran falsafi memang cenderung membangun preposisi universal berdasarkan logika. Dengan kajian hermeneutik, diharapkan apa yang harus dikaji baik yang sudah maupun belum dikaji dalam kerangka memahami makna hadis, bisa lebih mendalam jangkauannya, karena mencakup gramatika falsafi, sehingga, hadis yang muatan ajarannya menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an, dapat bener-bener menjadi pegangan umat Islam.

1 komentar:

inter_jancuk mengatakan...

law kajian terhadap Quran pa jg bs pake teori hermeneutik...?

Buscar

.


Get this widget!